Pemimpin
merupakan seorang figur yang pada dasarnya menjadi ikon bagi para pengikutnya.
Jika seorang pemimpin tidak bisa menjadi ikon yang utama (the main icon), alangkah malang nasib para pengikutnya. Kata
sebagian orang, sebaiknya manusia tidak menjadikan seseorang sebagai idola yang
dijadikannya dasar sebagai pijakan utama untuk maju, berubah, dan melangkah
lebih baik, tetapi menjadikan seseorang sebagai sebuah teladan adalah hal yang
wajar saja. Lewat teladan hidup seseorang, orang lain bisa bangkit, lebih
bergairah dan bersemangat untuk 'build their
future'. Intinya, tidak menjadikan mereka sebagai ‘model’ yang mengarah
kepada ‘idolatry’.
Tentu
setiap orang memiliki opini tentang pengertian seorang pemimpin. Namun bagi
saya pribadi, seorang pemimpin merupakan seorang yang mampu memberikan teladan
yang baik dan mampu mempengaruhi orang lain dengan kepribadian yang nampak
lewat karakternya. Seorang pemimpin yang
sejati tidak hanya bergantung pada teori kepemimpinan yang ada, tetapi yang
lebih penting adalah mereka melakukan seturut dengan teori yang mereka miliki,
pelajari ataupun dijadikannya sebagai metode kepemimpinan dalam menjalankan
tugas/pelayanannya.
Kepemimpinan
memang tidak terlepas dari organisasi, manajemen, dan administrasi. Semuanya
harus berjalan ‘balance’ dalam
penerapannya. Sebab kepemimpinan merupakan bagian dari organisasi, demikian
juga sebaliknya. Jika salah satu lebih dominan dalam penerapannya, tentu akan
terjadi masalah-masalah di dalamnya.
Saat
ini, kepemimpinan hamba yang diajarkan oleh Yesus sendiri (servant leadership) sudah jarang didapatkan penerapannya di dalam
organisasi Kristen. Organisasi Kristen lebih cenderung meniru gaya dunia
(sekuler) dalam menjalankan organisasinya. Seolah-olah metode-metode
kepemimpinan sekuler dalam berorganisasi merupakan hal yang akan tetap relevan
dalam penerapannya dan menganggap metode kepemimpinan yang diajarkan oleh Yesus
sudah usang dan tidak sesuai dengan konteks masa kini. Tapi, bagi saya pribadi
pengajaran Yesus tidak pernah dibatasi dengan konteks zaman, karena
pengajarannya selalu relevan dan sinkron dengan setiap zaman. Banyak
perusahan-perusahan sekuler yang justru menjadikan metode kepemimpinan Yesus
sebagai metode dalam kepemimpinannya, sangat miris tentunya bagi sebagian pemimpin
Kristen yang masih belum sadar akan langkahnya yang sudah menyimpang dari jalan
yang sebenarnya ditunjukkan bagi mereka.
Suatu
ketika saya mengikuti sebuah pelatihan kepemimpinan yang memang masih sangat
dasar. Saya menikmati materi-materi yang disampaikan oleh ‘speakers’ yang
menjadi pembawa materi dalam kegiatan ini. Salah satu penyajian yang sangat
menarik buat saya adalah materi ‘kepemimpinan’ dan ‘pengambilan keputusan’.
Banyak hal baru yang saya dapatkan, begitu pun dengan materi-materi yang
menyajikan pemahaman akan organisasi, manajemen dan administrasi. Namun, hal
yang membuat saya prihatin adalah tim pelaksananya yang tidak dapat
mendisiplinkan diri mereka sendiri, sehingga yang menjadi korban adalah para
peserta. Saya sempat berpikir ini bukan OSPEK di kampus, tapi pelatihan. Kalau pelatihan
lain dan bersifat sekuler, yah wajar-wajar saja. Tapi ini pelatihan
kepemimpinan Kristen, tapi kenapa jadi kacau begini. Tayangan Masterchef di
salah satu channel televisi saja selalu on time dan sangat menghargai waktu, kenapa pelatihan ini malah menjadi
kacau. Intinya mereka menutut peserta
bisa menjadi pemimpin yang baik, tetapi pelaksananya sendiri belum bisa menjadi
pemimpin yang bisa menjadi contoh yang baik. Pastinya mereka sadar bahwa
‘konsisten pada waktu’ dan ‘disiplin waktu’ adalah hal yang tidak kalah penting
dari yang lain dalam proses kepemimpinan, tapi sama sekali tidak
memperdulikannya adalah hal yang bodoh. Alangkah memprihatinkannya ‘orang yang
beusaha membentuk orang lain tapi dirinya sendiri belum terbentuk’. Pada
dasarnya tidak ada manusia yang bisa membentuk manusia lainnya seturut dengan
keinginannya, tetapi melalui karakter hidup, orang lain akan terbentuk dengan
sendirinya. Benarlah kalimat bijak yang berkata, ‘untuk menjadi pemimpin yang
besar, mulailah dengan belajar memimpin diri sendiri’. Sebagai seorang calon pemimpin ke depan
tentu perlu kritis dan bijak dalam
menanggapi hal demikian.
Pemimpin yang baik tentu akan memberikan teladan yang baik
dan membagikan rahasia keteladananannya bagi para pengikutnya, karena pemimpin
yang sejati tahu ada waktunya dia berhenti dan digantikan oleh orang lain. Dia
mampu meregenerasi pemimpin-pemimpin muda dan mempersiapkan mereka ‘to be a leader the future’. Karena itu,
melihat sosok pemimpin bukan dari kefasihannya membagikan teori dan
kepintarannya dalam berorganisasi, tetapi lihat dari karakter hidupnya, lihat
dari buah yang dihasilkann. Karena Firman Tuhan berkata dalam Matius 12:33, “Jikalau suatu pohon kamu katakan baik, maka
baik pula buahnya; jikalau suatu pohon kamu katakan tidak baik, maka tidak baik
pula buahnya. Sebab dari buahnya pohon
itu dikenal.”
Saya rasa metode pelayanan Yesus bukanlah hal yang bersifat relatif untuk diterapkan dalam kepemimpinan tergantung sikon yang ada, tetapi metode pelayanan yang Yesus lakukan adalah hal yang mutlak diterapkan dalam kepemimpinan Kristen kalau ingin melihat perjalanan kepimpinan itu lebih baik dan tangguh dalam menghadapi tantangan zaman. Gbu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Beri masukan yup!!!