Tampilkan postingan dengan label Artikel Rohani. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Artikel Rohani. Tampilkan semua postingan

Minggu, 02 Juni 2013

A HIGHLIGHT: JIWA DICURI GERAKAN KHARISMATIK ATAU JIWA DITERLANTARKAN?





Ada begitu banyak hal yang selalu diperhadapkan dengan kehidupan manusia dan hal itu semua teramkum dalam satu kata yakni “persoalan” alias “Problem”.
Tidak ada seorang pun (bahkan bayi yang masih ada dalam kandungan) yang tidak pernah mengalami yang namanya ‘problem’, sebab orang yang hidupnya ‘tidak normal’ pun mengalami berbagai ‘problems’, apalagi orang yang hidup normal. Sebab terkadang bagi orang yang ‘tidak normal’, ‘problems’ seolah-olah bukanlah ‘problem’ dalam kehidupan mereka, sedangkan bagi orang yang ‘normal’ terkadang hal-hal yang bukan ‘problem’ pun dijadikan sebagai sebuah problema. Oleh karena itu, secara pribadi saya memberi sebuah statement bahwa, ‘problems’ datang kepada manusia menandakan bahwa ‘manusia itu’ hidupnya masih ‘normal.’ Normal maksud saya bukanlah hal yang hanya secara particular merujuk kepada kehidupan sosial, ekonomi, perkawinan, gender, habits, dan sebagainya. Namun ‘normal’ di sini merujuk kepada hal yang ‘generally’.
Dalam tulisan ini, secara pribadi saya ingin merespons sebuah ‘statement’ dari seorang pengkhotbah di atas mimbar. Ini tentu bukan sebuah penghakiman, namun lebih kearah hal yang perlu dikritisi dan hal yang perlu mendapatkan pencerahan.
Suatu ketika di hari Minggu, saya mengikuti Ibadah seperti biasanya di hari Minggu. Namun ini lebih kepada sebuah kunjungan ke suatu jemaat. Nas pembacaan saat itu terambil di dalam 1 Yoh.5:6-12. Pengkhotbah menguraikan renungan yang bertajuk pada sebuah tema umum ‘kesaksian’. Tentu hal ini menarik karena dapat memperteguh iman jemaat untuk lebih setia dalam iman dan membawa ‘testimonies’ dalam kehidupan mereka setiap saat. Nas ini secara konteks memberitakan zaman pelayanan Yohanes yang menghadapi pengajar-pengajar lain yang memiliki aliran filsafat Yunani yang kuat yang tentunya tidak berdasarkan dengan kebenaran Injil, salah satunya adalah aliran Gnostik. Aliran gnostis, Doketisme adalah aliran menjurus pada kerohanian yang murni dan pada suatu persatuan yang langsung dengan Allah tanpa manusia Yesus, tanpa persekutuan kasih dan tanpa hukum-hukum yang membebani kewajiban-kewajiban.(http://alkitab.sabda.org/dictionary.php?word=Yohanes,%20Surat-Surat%20Yohanes).
Nah, apa yang ingin saya kutip di sini? Mengapa saya perlu mengkiritisi hal demikian? Padahal secara latar belakang konteks nas itu sudah benar. Yang perlu saya kritisi adalah pengaplikasian dari  renungan khotbah ini. Sebuah kalimat dalam statement pengkhotbah yang kurang lebih rangkaiannya seperti ini, “Saya kuatir akan pemuda-pemudi kita sekarang, jangan mudah untuk tergoda dengan tawaran-tawaran dari kelompok-kelompok yang ada di luar yang mengajak Anda untuk masuk dalam kelompok-kelompoknya. Bagi orang tua, teruslah peringati anak-anak kita supaya jangan mudah untuk tergoda dengan hal-hal (ajaran-ajaran) yang tidak sesuai dengan kebenaran. Jadikanlah Alkitab sebagai patokan yang utama dalam melihat bergabagai ajaran yang ada.”
Apa yang Anda bisa tangkap dari rangkaian kalimat ini? Apa yang salah atau apa yang menjadi kekeliruan Anda? Actually, seolah-olah tidak ada yang perlu dikritisi dari kalimat ini, pesan ini sudah benar dan senantiasa menjadi sebuah dorongan yang harus kontinyu dipesankan kepada anak muda supaya mereka tetap selalu berhati-hati dalam pergaulannya dalam memilah-milih suatu ajaran yang diperhadapkan kepada mereka. And atentu setuju.
Namun, adakah terbersit sedikit pun dipikiran Anda sesuatu yang perlu dikritisi? Anda tentunya tidak perlu mengkritisi susunan kalimat yang ada, bukan itu yang menjadi hal yang perlu saya kritisi. Namun, lewat ungkapan statement ini, muncul dalam pemikiran saya bahwa, ada sebuah “kekuatiran” dalam diri pengkhotbah ini lewat ungkapannya. Ada kekuatiran yang besar yang sedang diperhadapkan dengan lingkup pelayanannya bagi anak muda. Tentu bagi Anda yang mengenal dan bergelut dalam pelayanan ‘kaum muda’ mengetahui hal-hal apa saja yang menjadi ‘problems’ bagi pelayanan ‘kaum muda’ saat ini. Saya menangkap bahwa ‘kekuatiran’ dari sang pengkhotbah ini adalah suatu saat anak-anak muda dalam gerejanya tidak lagi mau mengambil bagian dalam peribadahan atau kegiatan kepemudaan di dalam gerejanya, karena lebih tertarik oleh ajaran ‘kelompok-kelompok’ yang menarik anak muda untuk lebih menikmati persekutuan yang berbeda dengan menggunakan konteks secara relevan dengan cara hidup anak muda zaman sekarang, kira-kira itulah bahasa sederhananya.
Secara eksplisit, sang pengkhotbah ini sedang mengungkapkan kekuatirannya akan banyaknya gerakan-gerakan pelayanan ‘kaum muda’ di luar sana yang mencoba untuk merebut jiwa ‘anak muda’ gerejanya untuk ditarik keluar dan bergabung dengan mereka. Kalau hal ini terjadi, tentu siapapun gembala jemaat akan kehilangan beberapa jiwa dari gerejanya, masih untung kalau bukan jiwanya yang hilang alias sakit jiwa (kelakar). Bagi sebagian pendeta atau hamba Tuhan, gerakan semacam ini adalah gerakan ‘pencuri jiwa.’
 Bagi saya secara pribadi, mereka ini bukan perebut atau dalam bahasa kasarnya pencuri jiwa ‘kaum muda’, namun lebih kepada penggebrak jiwa ‘kaum muda’. Siapa penggebrak ini? Siapa lagi kalau bukan gerakan-gerakan ‘Kharismatik’, gerakan yang sebagian dari kaum Protestan tidak senangi karena sepak terjang gerakan ini dalam dunia pelayanan. Saya penganut Protestan dan saya penganut Teologi Reformed, namun saya bukan termasuk dari kaum Protestan yang ‘anti’ terhadap gerakan Kharismatik. Sebagai hamba Tuhan , saya bersikap toleran kepada setiap umat Kristen yang berbeda denominasi namun sama-sama memegang Alkitab sebagai patokan utama dalam hidup beriman, tapi menolak keras berbagai ajaran Kristen yang sudah melenceng dari Alkitab sebagai patokan utama dalam kehidupan kekristenan.
Kembali kepada gerakan Kharismatik (gerakan yang mengutamakan karunia-karunia Allah dalam kehidupan pelayanannya) yang saat ini semakin menggebrak dunia pelayanan. Tentu ada hal-hal yang pro dan kontra yang perlu untuk dipertimbangkan dalam gerakan ini. Gerakan ini tidak terlalu mementingkan dogma-dogma geraja sebagaimana yang dianut oleh kaum Protestan, seolah-olah dogma itu hanya mengekang kehidupan kekristenan. Namun mereka lebih mengutamakan bagaimana karunia yang Allah percayakan dimaksimalkan untuk menuai jiwa-jiwa bagi Allah. Sedangkan bagi ‘sebagian’ kaum Protestan kehidupan dan pikiran mereka lebih diikat oleh dogma geraja dan terasa sulit untuk memaksimalkan karunia yang dipercayakan Allah bagi mereka, mungkin saja mereka merasa tidak memiliki karunia karena tidak memaksimalkannya atau tidak pernah menyadarinya dalam hal ini saya katakan “kaum Protestan yang seperti ini adalah orang-orang yang memendam hartanya dan tidak tahu kegunaannya untuk apa, jadi sebaiknya disimpan saja’. Ada juga yang bilang metode “cari aman’ saja.
Namun ada hal yang perlu perhatikan juga dalam sepak terjang kaum ‘Kharismatik’, tidak semua harus ditelan mentah-mentah. Saya setuju dengan ‘illustrasi’ pengkhotbah di atas yang mengatakan, melihat ajaran-ajaran yang ada disekitar kita sama seperti ketika kita makan nasi. Kalau sementara kita makan dan tiba-tiba ada pecahan batu kecil di nasi, tentu kita sadari dan perlu kita buang dan yang perlu ditelan tentu hanya nasinya saja. Demikian juga dengan ajaran-ajaran ‘penggebrak’  ini, ada yang perlu diperhatikan untuk kita berhati-hati. Misalnya mengenai karunia berbahasa roh, saya percaya adanya karunia bahasa roh namun sampai saat ini saya tidak merasa dan menemukan dalam diri saya  karunia untuk berbahasa roh, jadi saya tidak perlu berusaha seolah-olah saya punya karunia ini dan saya ikut berbahasa roh takkala ada orang lain yang sedang ‘merasa’ diriya berbahasa roh. Bahasa roh bukanlah sebuah bahsa yang dikira-kira. Mengapa orang merasa bahwa orang ini atau dirinya sedang berbahasa roh, karena hanya sekedar mengira-ngira bahwa inilah bahsa roh. (Pdt AS).
Ingat! Karunia bukanlah diusahakan oleh manusia apalagi dikursuskan (di Makassar pernah ada yang membuka kursus bahasa roh), sebab karunia itu adalah pemberian Allah kepada manusia yang dipercaya-Nya mampu bertanggung jab pada karunianya. Anda dapat membandingkannya dengan karunia nabi atau bernubuat (khotbah), orang tidak perlu kursus untuk memperoleh karunia ini. Karena apa, kursus berarti kita sedang berusaha untuk bisa mendapatkan sebuah ilmu itu, dengan usaha kita maka suatu saat kita bisa menguasainya, kursus English misalnya. Karunia nabi ataupun nubuat, toh hamba Tuhan yang ikut ‘kuliah’ tidak akan mampu bisa kalau mereka memang tidak punya karunia tersebut. Tidak semua orang yang kuliah ‘homiletik’ punya karunia untuk berkhotbah, semua orang dapat mengerti teori, atau pun metodenya namun tidak semua mereka itu dapat berkhotbah.
Ini tentu hanya pelurusan pemahaman, bagi Anda yang keberatan semoga tidak menjadi masalah buat Anda, apalagi kalau  Anda yakin bahwa Anda mendapatkan karunia berbahasa roh dari Allah, tersulah maksimalkan. Sekali lagi saya tekankan, saya percaya akan adanya karunia bahasa roh dan tentu saya sangat bersyukur kalau Tuhan mengaruniakan itu pada saya, namun Allah tentu melihat kemampuan setiap kita, sebarapa kuat dan sebarapa mampu kita memaksiimalkan karunia kita untuk dipertanggung jawabkan dihadapan-Nya. Secara pribadi, satu karunia yang saya miliki sudah menjadi hal yang luar biasa selagi saya mampu memaksimalkan dan mempertanggung jawabkannya dihadapan Allah. Diberi dua atau tiga, It all are incredible.
Nah, kembali kepada ‘kekuatiran’ sang pengkhotbah di atas. Secara etika pelayanan, seharusnya  statement dalam rangkaian kalimat sang pengkhotbah ini tidak perlu diucapkan di atas mimbar. Mengapa saya katakana demikian? Lepas dari masalah jujur dan tidaknya, kalau dikatakakan jujur, yah hal ini tentu dapat point 100 dari Tuhan, karena firman Allah sendiri berkata, Jika ya, hendaklah kamu katakan: ya, jika tidak, hendaklah kamu katakan: tidak. Apa yang lebih dari pada itu berasal dari si jahat.” (Mat.5:37; Yak.5:12). Namun dalam pemikiran saya ini tidak sesuai dengan konteksnya, konteks etika dan konteks sikon. Secara etika hamba Tuhan, ini sama saja sedang memaparkan ‘failure’ alias kegagalan sang pengkhotbah dalam menggembalakan anak muda tanpa menyadarinya bahwa ini tentu menyorot dirinya sendiri. sikonnya pun tidak sesuai karena disampaikan lewat mimbar. Hai bapak-bapak gembala di mana pun Anda berada, tahu kah kita bahwa sebagian ‘anak muda’ menjadikan ‘mimbar’ gereja itu sebagai sebuah ‘idiom’ ? Idiom ini berarti ‘tempat penghakiman’ bagi mereka. Maka dari itu, sebaiknya kalau khotbah di kalangan ‘pemuda’ hindarilah pemakaian ‘mimbar’ secara kontinyu, cobalah untuk tidak setiap minggu dalam persekutuan menggunakan khotbah mimbar, mungkin Anda bisa coba nongkrong di cafĂ©, di warkop, di balkon gereja dsb sambil membicarakan hal-hal yang relevan bagi anak muda sekarang dan tentu tidak lupa jadikan firTu sebagai patokan (jangan juga cuman ngopi doang), bukan hanya khotbah terus di mimbar. Saya kira ini metode yang digunakan dari gerakan-gerakan kahrismatik sehingga menarik banyak kaum muda, karena memang inilah yang ‘interest’ mereka, itulah pentingnya konteks. Saya pernah coba ini dan hal ini berhasil, ini interesting bangetlah kalau bisa dikatakan begitu bagi anak muda, apalagi kaum remaja. Kebanyakan aliran Protestan belum menerapkan metode demikian, makanya tidak dapat merasakan manfaatnya karena tidak ‘ingin’ dicoba. Saya belajar dari kaum Kharismatik hal demikian dan juga semangat mereka, patut diancungin jempol.
Jadi, itulah yang saya ingin kritisi dari sang pengkhotbah, menyampaikan sesuatu dari atas mimbar yang sebenarnya mengutarakan ‘failurenya’ sendiri tanpa disadari. Memang setiap kita punya titik ‘weakness’, namun sebaiknya hal itu tidak diperlihatkan di atas mimbar, cobalah ambil waktu untuk membicarakan atau konsultasi dengan bebrapa pemuda (jika ada) yang telah mulai terpengaruh gerakan-gerakan yang menarik mereka, tanyakan apa alasannya dan sebaiknya seorang gembala belajar dari hal ini. Dia tentu perlu menyadari bahwa metode atau pengajarannya mungkin sudah tidak relevan dengan zaman anak muda sekarang. Cobalah cari solusi untuk melakukan cara terbaik dalam melayani atau menggembalakan anak muda sesuai dengan konteksnya. Karena itu, bagi saya seorang pendeta/gembala/preacher itu harus GAUL, gaul bukan berarti perlu memakai pakaian-pakaian yang ‘terlalu lebay’ bagi ukuran seorang pendeta, tapi setidaknya pertemukanlah konteks dan ajaran yang disampaikan. Pada dasarnya gaul berarti, tahu dunia anak muda setiap zamannnya seperti apa, tahu apa yang mereka gunakan misalnya penggunaan gadget/IT, dunia pergaulan mereka, dsb. Sekarang zaman internet dan seorang pendeta/preacher harus tahu bagaimana menggunakannya, apalagi bagi mereka yang melayani di kota, wah ini sebuah kebutuhan banget, ‘mau eg mau’ harus tahulah, it’s compulsory (wajib) hukumnnya. Beda kalau Anda melayani di desa, meskipun suatu hal yang perlu ditahu tapi tidak terlalu menjadi kewajiban, kecuali Anda mungkin suatu saat akan dimuatsi ke kota, wajib tahu.
Karena itu, sewaktu saya mengikuti sebuah pelatihan kepemimpinan dasar dari sebuah organisasi pemuda yang diadakan oleh lembaga Gereja tempat saya sebagai anggota jemaat di denominasi ini, saya menulis sebuah ‘paper’ dengan melihat kebutuhan pelayanan pemuda yang sangat ‘urgen’ sebenarnya, namun seolah-olah tidak mendapat respons dari panitia yaitu mengusulkan adanya ‘youth pastor’ atau gembala pemuda yang memang khusus menggembalakan pemuda di gereja ini. Mengapa? Seorang pendeta jemaat yang sudah ‘tua’ dan tidak dapat mengembangkan pelayanan secara konteks zaman bagi kaum muda, akan membuat pemuda ‘kurang bergizi’. Mengapa? Karena ‘air atau pun pupuk’ yang dibutuhkan bagi kaum muda tidak sesuai dengan air/pupuk  yang diberikan kepada mereka. Tidak akan ada koneksi antara pergaulan anak muda zaman sekarang dengan  pergaulan pendeta di zaman 70an atau 80an, kecuali dia sebagai gemabala bisa dikatakan ‘GAUL.” Karena itu dibutuhkan gembala-gembala muda yang berpotensi dan memiliki kualifikasi penggembalaan yang relevan dengan zaman yang ada.
Mengapa geraja tidak menyediakan gembala muda?
Mengapa geraja tidak mensupport anak-anak muda untuk menjalani pendidikan di sekolah seminary?
Mengapa gereja seolah-olah tiddak membutuhkan Timothius-Thimothius zaman sekarang?
Mengapa geraja hanya terus mengandalkan pendeta-pendeta yang sudah beruban, entah itu rambut atau jenggot mereka?
 Mengapa gereja tidak menyadari perlunya kebutuhan ini?
 Katanya kaum muda adalah generasi masa depan dan tiang-tiang atau pilar-pilar geraja masa kini, tapi mengapa mereka seolah-olah dibedakan dari jemaat yang sudah merupakan orang-orang tua?
Hei! Para pemimpin Gereja, bangunlah! Siapapun Anda, anak muda membutuhkan uluran tangan kalian. Penuhilah kkebutuhan anak muda kalau gereja Anda tidak ingin kosong 10 atau 20 tahun ke depan!
Sekarang, bagi para pemimpin gereja yang merasa jiwa-jiwanya telah dicuri oleh gerakan-gerakan penggebrak, apakah mereka mencuri jiwa-jiwa Anda atau Anda yang membiarkan jiwa-jiwa Anda terlantar sehingga ditemukan tersesat oleh ‘penggebrak’?
Alangkah baiknya jika jiwa-jiwa (domba) Anda yang terlantar digembalakan bagi gerakan ‘pencuri jiwa’ dari pada Anda menelantarkan seekor domba yang membutuhkan kepuasaan rohaninya. Itu lebih baik dari pada mereka makan rumput tetangga dan dijadikan ‘kawanan kambing’ mereka, bukan?
Saya percaya bahwa Tuhan memakai para penggebrak untuk membangunkan Anda dari tidur yang panjang dalam memimpikan ‘dogma-dogma’ gereja kita. Tidak semua metode para penggebrak harus kita singkirkan, adakalanya kita perlu belajar dari mereka. Salam kritis dan damai. God bless.  

Selasa, 24 April 2012

KEMURAHAN DAN KEBAIKAN


Pohon yang Subur menghasilkan buah yang banyak
Kemurahan dan Kebaikan adalah dua buah aspek dari buah Roh dalam Galatia 5:22. Arti dalam tindakan dari keduanya hampir sama. Kebaikan berarti ada kemurahan hati, kemurahan berarti melakukan suatu kebaikan. Namun dalam penggunaannya dalam bahasa Yunani, kedua kata benda ini memiliki arti yang berbeda. Kemurahan (crhsto,thj = khrestotes) berarti kemurahan yang penuh kebaikan. Sedangkan kata Kebaikan Paulus menggunakan kata avgaqwsu,nh( = agathosune” yang berarti kebaikan dalam pengertian sangat luas, yaitu kebajikan yang tersedia dalam segala perkara. Kata agathosune adalah istilah khusus dalam Alkitab yang tidak terdapat dalam bahasa Yunani sehari-hari dan dipakai juga dalam Rm. 15:14; Ef. 5:9; 2 Tes. 1:11.  
            Dalam pemakaiannya, kata benda kemurahan hanya berarti menolong. Jadi ketika kita menolong sesama kita yang membutuhkan, kita perlu untuk menerapkan khrestotes itu dengan penuh kemurahan hati yang tulus dan ikhlas. Sedangkan agathosune suatu kebaikan yang dilakukan dengan tujuan supaya hal yang rusak menjadi baik kembali. Artinya dalam bertindak, agathosune ini perlu unsur marah dan disiplin. Satu hal yang perlu diingat bahwa ‘marah’ bukanlah suatu hal yang membuat orang berdosa, namun marah akan menjadi dosa ketika itu menjadi amarah yang meluap-luap dan dapat menimbulkan emosi yang berlebihan dalam diri seseorang.
            Yesus menunjukkan agathosune ketika Ia mengadakan pembersihan di Bait Allah serta mengusir mereka yang menjadikan tempat itu tempat perdagangan (Mat. 21:12-13; Mrk. 11:15-19; Luk. 19:45-48; Yoh. 2:13-16), tetapi Ia menunjukkan khrestotes ketika perempuan berdosa itu meminyaki kaki-Nya (luk. 7:38). Ini memberi kita perenungan bahwa penting untuk bersikap tegas dalam setiap tindakan kebaikan yang kita lakukan. Tentu dengan tujuan untuk membuat hal yang salah, rusak, dan yang tidak baik untuk menjadi baik kembali. Itulah makna dari kata agathosune. Sedangkan kita juga perlu merenungkan bahwa kita perlu untuk bermurah hati dalam menerima dan menolong setiap sesama kita yang membutuhkan. Dalam konteks pengampunan kita perlu bermurah hati melepaskan pengampunan. Bermurah hati terhadap mereka yang bersalah kepada kita berarti kita menolong mereka dalam melepaskan pengampunan yang mereka perlu untuk terima.

Rabu, 18 April 2012

"Tangguh" adalah Salah Satu Kualifikasi Murid Kristus

Bayi yang Tangguh :)
Hari ini saya mengikuti Ibadah di Capel kampus, speakernya adalah Pdt. Buce Tuhummury. Sebagaimana ‘Tema’ umum Capel untuk bulan lalu dan bulan ini adalah ‘Kualifikasi Murid Kristus’, maka speaker hari ini menempatkan “Menjadi Hamba Tuhan yang Tangguh” sebagai salah satu kualifikasi murid Kristus. Nas yang diangkat terambil dari kitab Efesus 6:10 yang berbunyiAkhirnya, hendaklah kamu kuat di dalam Tuhan, di dalam kekuatan kuasa-Nya.”
Seorang murid Kristus haruslah menajdi orang yang kuat, namun tidak sekedar kuat tetapi “Tangguh”. Tangguh berarti lebih kuat dan sangat kuat. Tangguh menjadikan seseorang sanggup menghadapi segala tantangan dalam kehidupannya, apa pun itu. Dengan kata lain, saya mengartikkan bahwa orang yang ‘tangguh’ dapat menyelesaikan semua masalah yang menimpanya dengan tetap ‘bertahan setia’ dihadapan Tuhan. Tangguh berarti tidak mudah putus asa dan patah semangat ketika berhadapan dengan segala macam tantangan . Sebagaimana yang dikatakan firman Tuhan dalam Yosua 1:7,18, ‘kuatkan dan teguhkanlah hatimu’, seseorang yang taat kepada Tuhan berarti tangguh dalam mengahadapi segala tantangan yang menerpanya. Ibarat ‘iman’ yang dia meliki dibangun di atas batu, bukan di atas pasir (Mat.7:24-27). Iman yang dibangun di atas dasar batu inilah yang menggambarkan “KETANGGUHAN” seorang hamba Tuhan.
Sermon ini tentu menyadarkan banyak di antara kalangan mahasiswa yang hadir pada ibadah ini, saya salah satunya. Kata tangguh ini menyadarkan saya akan kejadian yang menimpa saya minggu lalu ketika hendak berangkat ke luar kota. Di perjalanan saya sempat menyerempet pengendara motor dan akibatnya orang tersebut mengalami kecelakaan kecil. Entah siapa yang salah kalau kasus kecelakaan ini dibawa ke kantor Polisi, bagi saya tentu saya punya alasan sendiri untuk berkata saya tidak salah karena orang ini tiba-tiba mengambil jalur kanan di depan saya. Memang sih orang ini sudah menyalakan lampu sein motornya, namun tidak punya kaca spion pada motornya. Alasan bagi saya lagi bahwa ini jalan poros dan seharusnya dia hati-hati ketika hendak mengambil jalur lain (memang kesalahan saya adalah, yah memang saya ngebut pada saat itu kira-kira kecepatan 80 km/jam sambil ngejar pembalap di depan saya). Tapi tentu orang yang hampir saya tabrak ini punya alasannya sendiri juga untuk membenarkan diri. Tapi bukan tentang salah atau benarnya yang tiba-tiba mengingatkan saya dan menghubungkannya dengan kata ‘tangguh’.
Saya hanya teringat ketika sang ibu dari pengendara itu meminta ganti rugi karena anaknya lecet-lecet plus Blackberrynya yang rusak. Terus terang saya bilang, "masalah HP bukan dalam tanggung jawab saya ibu, itu di luar dari bagian kecelakaan. Kecuali kalau motornya yang rusak atau anak ibu yang lecet, itu baru dalam tanggung jawab saya." Tapi anehnya ini manusia jaman sekarang, mereka lebih peka terhadap kerusakan ‘barang/harta yang memiliki kualitas baik bagi dunia yang dapat mengangkat derajatnya’ daripada lukanya sendiri’. Wah siapa sih yang eg ‘kepalanya besar kalau di kampung punya BB” hehe…
Singkat cerita, saya berkata kalau gitu saya kasi uang untuk berobat aja ibu, saya hanya ada uang 50ribu (sambil merogoh dompet), mungkin ini cukup untuk berobat. Tapi yang anehnya tidak di respon juga, yah saya tidak jadi kasi kalau begitu. Ujung-ujungnya yang diminta KTP saya, pikiran saya saat itu berarti ini uang 50ribu eg cukup. Ya sudah saya titip KTP saya dan nomor HP, kali aja ada apa-apanya nanti bisa hubungi. Anehnya lagi STNK motor pun diminta, oww sorry saya masih berhikmat, lagian ini bukan kali pertama saya tabrak orang, ini mah saya tidak tabrak tapi permintaannya lebih berat hahaha. Yowes dah…….saya pamit, kalau ada apa-apa bisa hubungi saya.
Jelang beberapa hari, orang yang nyaris saya tabrak ini sms, minta ganti rugi pembeli stiker motornya yang lecet. Saya okekan nanti saya singga pas mau balik Makassar. Ini yang menjadi penting kenapa saya menghubungkannya dengan kata tangguh. Saya sempat cerita ke beberapa teman, ada teman yang bilang eg usah ambil KTPnya itu bisa dibuat kembali. Menurut saya bener juga sih, lagian kalau saya singgah, bisa jadi saya diperas sama mereka. Tetapi keinginanku untuk tetap singgah selalu ada. Teman dekatku pun sempat berkata tidak usah singgah, tapi kemudian dia berubah pikiran. Wow…ini baru , kita tidak seharusnya jadi orang yang pengecut apalagi dalam statuta hamba Tuhan.
Pada akhirya di perjalanan agak gelisah, selain mikir apa yang bakal terjadi, mikir uang di dompet juga, kalau diperas bisa habis nih….masalahnya kejadian ini saya tidak cerita kepada keluarga, jadi yah eg ada uang jaga-jaga buat ini. Ternyata pas singgah, mereka heran, mereka menyangka saya sudah kembali ke Makassar dan lari dari tanggung jawab. Mereka berkata. ‘kami kira kamu sudah kembali ke Makassar, lari dari uang stiker motor, KTP kan gampang dibuat.” Tanpa basa basi saya sampaikan kepada mereka, wah tidak akan seperti itu bu. Saya tidak suka lari dari masalah, karena tidak seperti itu yang diajarkan kepada saya. Bagaimana ada masalah selama ini? Singkatnya mereka minta uang ganti rugi stiker motor dan biaya berobat, saya kasi secukupnya, yah bisa dibilang itu lebih dari cukuplah, dan pastinya masih ada beberapa lebihnya yang bisa dipakai jajan bakso untuk berapa porsi hahaha. Tapi lewat bahasanya mereka masih kurang puas, tentu mereka masih mau minta lebih. Tapi hikmat tetap jalan, kata firman cerdik seperti ular, tulus seperti merpati. Sempat-sempatnya juga disinggungnya seperti ini, untunglah kami orang baik, coba kalau tidak, mungkin tidak akan semudah ini prosesnya. Dalam hati saya, wah ini yang namanya baik?????? Dalam ajaran Yesus itu yang baik itu adalah mengampuni sesama kita yang bersalah sama kita. Mengampuni tentu bukan dengan cara seperti ini, dan perbuatan yang layak dikatakan baik ‘bukanlah cara seperti ini’. Yah sudah saya tambahin aja dari stagmennya ibu ini seperti kata saya berikut, ‘yah begitulah bu, namanya kita umat beragama harus saling mengampuni dan mengasihi karena itulah yang diajarkan kepada kita,’ hahaha
Mungkin karena di KTP saya tertera orang Kristen, makanya sempat ditanya beberapa hal yang menyangkut asal dan di mana pendidikan saya. Yah intinya saya tetap bersikap ramah dan intinya saya tulus memberikan apa yang seperlunya. Saya terlepas dari ‘pemerasan’ dan mereka terlepas dari sikap yang berttindak memeras.
Apa yang dapat saya hubungkan dengan sikap “Tangguh yang menjadi salah satu Kualifikasi Murid Kristus?”
Saya belajar beberapa hal dibawah ini berkenaan dengan peristiwa yang terjadi yang membuat saya bisa berkata “Saya pun bisa menjadi Hamba Tuhan yang Tangguh:
1.  Saya belajar bertanggungjawab dari hal yang sebagian orang menganggap ini hal kecil dan kita dapat lari darinya (terus terang saya bisa lari dari hal ini, KTP mah gampang dibuat, lagian mana mungkin mereka bisa temukan saya, saya udah pindah alamat bukan alamat yang ada di KTP itu lagi dan juga KTP itu masa berlakunya tinggal setahun). Tapi ketika hal ini terlewati dan diselesaikan baik-baik, ada sukacita sendiri yang kita peroleh.
2.  Saya belajar untuk tidak menjadi seorang pengecut. Banyak orang yang kelihatan hebat, dihargai dan sebagainya, tetapi kadang bersikap pengecut dan menjadi seorang pecundang dalam hal yang kecil.
3.  Saya belajar memakai hikmat Allah dalam menghadapi suatu kesulitan. Dalam memakai hikmat, kita perlu cerdik dan selalu tulus dalam menghadapinya.
4.  Saya belajar menjadi orang Kristen yang baik dan menunjukkan kualitas seorang hamba Tuhan. Hamba Tuhan sama dengan Hamba Kebenaran, Hamba kebenaran berarti seorang hamba yang hidup dalam melakukan hal-hal yang benar. Berbicara Hamba Tuhan itu tidak mengarah kepada seorang Pendeta, karena banyak pendeta yang tidak pantas disebut hamba Tuhan, alasannya tentu karena mereka tidak melakukan kebenaran. Hamba Kebenaran itu berarti orang yang melakukan kebenaran yang seharusnya dilakukan.
5.   Saya Belajar bersukacita karena melakukan kehendak Allah.
6. Dan saya belajar membagikan sebuah berkat yang tak ternilai harganya bagi Saudara yang ingin diberkati Tuhan.

Satu hal yang perlu diingat bahwa ukuran ketangguhan seseorang, tidak diukur berdasarkan ukuran fisik seseorang yang kelihatan kuat (postur tubuh yang sehat dan terlihat kuat), tapi dari segi kemampuannya bertahan dalam setiap menghadapi tantangan. Be a Persistent!

Selasa, 27 Maret 2012

Ayo Belajar "Sapaan Gaul Dalam Bahasa Yunani"


Belajar Sedikit-Sedikit Bahasa Yunani Yo!

Alfabet Yunani
Kalau Anda mau berkata “hai” kepada temanmu, katakanlah caire(chaire) dalam Luk.1:28. Kata ini juga dipakai prajurit yang mengolok-olok Yesus, sering kali diterjemahkan dengan “salam” (Yoh.19:3).
Kalau Anda mengatakan “hai” kepada orang banyak, katakanlah cairete (chairete) . Kata ini juga dipakai untuk mengatakan “bersukacitalah” (I Tes.5:16).
Kalau mau mengatakan “hallo,” Anda seharusnya juga bisa mengatakan “sampai jumpa.” Jika mau mengatakan sampai jumpa kepada seseorang, katakanlah errwso (erroso). Kepada banyak orang katakanlah errwsqe (errosthe) di dalam Kis. 15:29.
Anda punya nama pastinya. Anda bisa memperkenalkan nama Anda lewat bahasa Yunani.
Nah kini Anda sudah tahu nama Anda dalam bahasa Yunani? Ayo sebutkan! “Hai, nama saya adalah….” Dalam bahasa Inggris “My name is…….”
onoma moi____estin (onoma moi____estin).
Misalnya nama Anda Lydia, nama Lydia dalam bahasa Yunani adalah Ludi,a,  maka dalam bahasa Yunani onoma moi Ludi,a estin(onoma moi Lydia estin).
Catatan untuk alphabet u , ketika upsilon muncul sebagai vocal tunggal (yaitu tidak didahului oleh sebuah vocal), maka ditransliterasikan sebagai ‘y,’ misalnya ~uper menjadi hyper, autos menjadi autos.
-          Onoma artinya “nama.”
-          Moi artinya “aku (objek).”
-          Estin artinya “dia (feminine) adalah.”
Pertanyaan dari jawaban di atas adalah tentu pertanyaan “Siapa namamu?” atau What’s your name? (dalam bahasa Inggris).
ti soi onoma estin; (ti soi onoma estin?), sekarang bisa dijawab dengan jawaban di atas bukan?
-          ti artinya “apa?” juga bisa berarti “mengapa?”
-          soi mirip dengan moi namun artinya “bagimu” bukan “bagiku.”
ti soi onoma estin; maka jawabannya adalah onoma moi Ludi,a estin.
Dalam hal memperkenalkan diri secara langsung dengan kalimat “hai, nama saya Lydia, anda dapat berkata Carein,, to onoma moi estin Ludia.” (Charein, to onoma moi estin Lydia).
Penempatan estin bisa dibelakang nama dan bisa di depan nama, artinya tetap sama.
Met Mencoba :)

Selasa, 23 Agustus 2011

PENDETA DAN NAZARUDDIN

Pendeta dan Nazaruddin


                Berbicara tentang korupsi di Negara kita Indonesia, akhir-akhir ini mungkin sudah cukup familiar dalam arti hal itu sudah tidak asing lagi, istilah lainnya udah langganan, so bukan cuman langganan banjir dan langganan langganan teroris. Bahkan masyarakat awam pun yang berlatar belakang jauh dari keramaian kota atau masyarakat yang masih kurang memahami arti dari korupsi, malah menjadi tren akhir-akhir ini dalam perbincangan mereka. Tentu karena media yang cukup dekat dengan masyarakat pedesaan sekarang.
Korupsi adalah sebuah tindakan yang melanggar hukum, ya di Negara mana pun tentu hal sama juga, tetap melanggar yang namanya hukum. Tapi sadar atau tidak sadar, ternyata di sisi lain korupsi membuat orang bisa terkenal di mana-mana. Orang bisa masuk TV, Koran bahkan nama dan foto mereka terpajang di media-media masyarakt yang lainnya, hebat bukan? Mereka yang terlibat di dalam tindakan korupsi bisa langsung dikenal oleh masyarakat luas, bak artis yang langsung terkenal dan popular di mana-mana. Sebut saja dua tokoh pemerintahan yang lagi naik daun hanya karena tindakan korupsi dalam tahun ini, Gayus Tambunan dan Muhammad Nazaruddin . Para artis berjuang keras untuk bisa popular, tapi kedua tokoh yang lagi ngetren ini dengan mudahnya bisa popular, namun bukan prestasi atau hal baik yang membuat mereka terkenal tapi justru hal yang memalukan, bukan hanya bagi dirinya, keluarganya, pekerjaan/lembaganya tapi terlebih lagi bangsa ini tentu malu akan perbuatan mereka. So, bukan untuk menghakimi mereka, tentu setiap manusia mempunyai kesalahan. Alangkah baiknya kita saling mengoreksi diri. Tapi menyoroti hal-hal yang tidak wajar yang terjadi di sekitar kita bukan berarti menghakimi, tapi bagaimana melihat hal itu sebagai pelajaran berharga supaya hal tersebut jangan sampai terjadi pada diri kita. So relative buat siapa saja.
Melihat judul entry ini, tentu ada yang bertanya, “Apa hubungannya Pendeta dengan Nazaruddin?” Mungkin juga ada yang menjawab, “pasti para Pendeta atau Pengkhotbah akhir-akhir ini di mimbar lebih banyak menyampaikan Firman yang berkaitan dengan korupsi atau Nazaruddin, karena lagi hangat-hangatnya diberitakan.” Atau mungkin ada yang menjawab, “Jemaat kan biasanya tertarik dengan hal-hal yang lagi ngetren, so biar mereka semangat dan tidak ngantuk mendengar khotbah.” Atau yang lebih radikal lagi menjawab, “Korupsi itu adalah dosa yang sangat di larang oleh Tuhan Allah, karena korupsi sudah melanggar hukum ke-sembilan dari kesepuluh Hukum Allah, yaitu jangan mengucapkan saksi dusta kepada sesamamu”. Tapi permisi, dosa apa pun sangat dilarang oleh Allah,  karena tidak ada yang namanya ukuran dosa, dosa tetaplah dosa . So, Pendeta jangan sampailah mengorup kas Jemaat.
Judul entry ini adalah Pendeta dan Nazaruddin, bukan Pendeta Nazaruddin . Tapi puji Tuhan kalau ada pendeta yang namanya Nazaruddin, tapi maaf ini bukan mengenai Anda. Saya hanya tertarik mengangkat judul ini karena saya merasa lucu saja ketika saya mengikuti ibadah hari minggu dan seorang hamba Tuhan menyampaikan Firman Tuhan dan mengaitkannya dengan kasus yang menimpa Nazaruddin. Saya tentu tidak tahu alasan pastinya kenapa hal ini dikaitkan dengan penyampaian Firman Tuhan tentang Yesus meredakan angin ribut dengan Nazaruddin. Tapi intinya, toh berusaha untuk dibuat supaya nyambung.
Namun bukan hal itu yang mengganggu pikiran saya untuk segera menulis hal yang bagi saya ini lucu. Minggu itu adalah minggu di mana Nazaruddin di tangkap oleh Interpol di Colombia. So menjadi sebuah cerita ataupun tambahan dalam khotbah yang akan menarik bagi jemaat. Saya pun merasa lebih tertarik untuk mendengarnya, karena meski tidak setiap saat menonton berita, tapi saya mengikuti perkembangan kasus yang menimpa Nazaruddin ini. Tiba-tiba pengkhotbah ini nyeletuk dari atas mimbar. “Takut akan Tuhan itu tidak seperti takut kepada hantu, takut akan Tuhan itu berarti kita menghormati-Nya. Sama juga ketika kita takut kepada manusia seharusnya karena menghormati atau mengahrgai. (that’s right). Baru-baru ini kita dengar berita tentang Nazaruddin yang lari ke luar negeri karena takut. Tapi baru-baru ini kita dengar beritanya bahwa dia sudah di tangkap di Eropa.” Langsung saja saya ketawa dalam hati, wah ini bapak ngikutin berita atau hanya dengar dari mulut ke telinga. Karena biasanya, ketika kita hanya mendengar berita dari mulut yang kesekian kali menerima berita sangat besar peluang kesalahan berita itu. Orang ketiga atau  keempat saja salah mendengar akan berefek besar bagi orang ke sepuluh, keduapuluh dan seterusnya, bapak ini termasuk orang keberapa yah? Anda tahu apa yang salah dalam kalimat sang pengkhotbah di atas? Jelas-jelas Nazaruddin ditangkap di Cartagena oleh Interpol Negara Colombia bukan? Colombia itu bukan Negara Eropa, tapi sebuah Negara yang berada di Benua Amerika tepatnya Amerika Selatan yang berbatasan dengan Peru di Barat daya, Ekuador di Barat, Venezuela di Timur Laut dan Brasil asal pemain soccer Ronaldhino dan Alexander Pato di Tenggara dan juga satu pulau dengan Negara Legendaris pesepakbola Maradonna, Argentina (wah cukup lengkap). Cukup memalukan bukan? Apalagi saya bersama dengan beberapa mahasiswa praktek, kalau mereka mahasiswa teologi saya kira tidak terlalu bermasalah, tapi ini mahasiswa non teologi. Parahnya lagi, bagaimana dengan jemaat?
Saudara, saya bukan menghakimi hamba Tuhan tersebut, bagaimana pun kita tahu bahwa kita tidak boleh menghakimi sesama kita manusia. Namun hal tersebut menyadarkan saya akan pentingnya pengetahuan umum bagi kita sebagai hamba Tuhan. Jangan kita hanya tahu Alkitab dan hal-hal yang menyangkut Firman Tuhan saja. Tapi hamba Tuhan itu seharusnya memiliki pengetahuan yang luas. Tidak perlu juga mendalami semua ilmu yang ada, tetapi setidaknya kita tahu kulit luarnya seperti apa. Ibarat sebuah novel atau buku, kita cukup tahu judul dan sinopsisnya, tapi kalau mau membaca dari halaman pertama sampai terakhir tidak menjadi masalah, malah itu lebih baik, tapi ingat bukan sebuah keharusan “kulit luar atau sinopsisnya saya rasa cukup.” Mengapa saya katakan demikian, karena kita melayani jemaat atau orang-orang di sekitar kita dari berbagai bidang ilmu pengetahuan. Bagaimana kita bisa melayani dan mengerti kebutuhan mereka kalau kita sendiri tidak tahu apa yang mereka geluti dan apa yang mereka butuhkan. Saya kira bukan hanya tafsiran Alkitab yang salah yang dapat menyesatkan orang lain tetapi wawasan kita yang kurang luas namun disampaikan dengan berita yang salah, saya kira itu suatu penyesatan yang juga memakan korban.

So, hamba Tuhan harus sadar akan pentingnya wawasan yang luas. Kita yang masih muda memiliki cukup banyak waktu untuk belajar lebih banyak lagi. Bukan hanya soal tafsir menafsir Alkitab atau dunia Alkitab, tetapi dunia pengetahuan yang lain juga sangat perlu bagi kita. Terus terang, ketika laptop saya bermasalah dan perlu di install dan berbagai istilah computer  lainnya oleh teman saya yang eg berlatar belakang teologi, saya merasa perlu untuk belajar darinya. Ini bertujuan supaya kita tidak bengong atau merasa risih karena tidak tahu apa-apa. Karena itu,kadang dengan teman-teman sepelayanan atau teman-teman hamba Tuhan yang tahu dengan jeli mengoperasikan computer, saya lebih senang bertanya ketika saya mengalami kesulitan. Intinya jangan malu untuk tahu sesuatu yang baru bagi kita yang tentunya memberi manfaat positif untuk diri kita dan pelayanan kita tentunya.
So, tentu kita sebagai hamba Tuhan berharap tidak ada kejadian yang terjadi lagi seperti khotbah hamba Tuhan dii atas. Karena tugas kita memberitakan kebenaran yang sesungguhnya bukan sekedar mereka-reka kebenaran (bukan hanya tentang kebenaran sejati dalam arti yang “sesungguhnya”tetapi kebenaran yang berlaku di dunia). So, belajar lagi, more and more…., karena Alkitab adalah sumber dari segala ilmu pengetahuan yang ada sekarang. Jadi tidak ada salahnya untuk memeiliki wawasan luas yanga ada. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan.

Sabtu, 29 Agustus 2009

MATA UANG DALAM ALKITAB


Berbicara mengenai uang tentu tidak asing lagi karena semua level masyarakat tahu dan membutuhkan uang. Bahkan banyak orang yang menggantungkan hidupnya kepada uang. Tanpa uang mereka tidak bisa bertahan hidup. Namun bago orang percaya, uang bukanlah segalanya. Uang memang adalah suatu harta dalam kehidupan kita, tapi jangan sampai uang memperbudak kita dan menjadikannya sebagai berhala dalam kehidupan kita. Firman Tuhan berkata dalam Lukas 12:34, "Karena di mana hartamu berada, di situ juga hatimu berada."

Nilai uang dalam kehidupan kita tentu berbeda-beda, apalagi nilai uang di setiap negara. Bagaimana nilai uang itu sendiri dalam Alkitab? Pernahkah kita bertanya berapakah nilai satu syikal perak, berapakah nilai satu dirham ataupun berapakah nilai dari satu duit?

Alkitab mengunakan satuan mata uang yang kebanyakan sudah asing di telinga kita. bagaimana perkembangannya dari zaman ke zaman. Sehingga ketika kita tidak memahami nilai mata uang dalam Alkitab, maka kita akan merasakan kesulitan untk bisa membayangkan catatan nilai dari transaksi yang dilakukan di dalam Alkitab.

Mari kita ingat kembali bahwa pada awalnya perdagangan dilakukan dengan sistem barter. Kemudian didapati bahwa lebih mudah menukarkan sesuatu yang nantinya adpat ditukarkan dengan hal lain lagi. Alat tukar ini berupa logam dalam bobot tertentu. Abraham misalnya, menimbang 400 syikal perak untuk membeli tempat pemakaman keluarganya (Kejadian 23:16).

Logam yang biasa dipakai sebagai alat tukar adalah emas, perak, dan tembaga. Suatu saat, dibuat bentuk-bentuk standar seperti kepingan. batangan dn cincin. Namun, mata uang "resmi" sendiri baru dikenal mulai abad 7 SM.

Lambang sang raja diterapkan pada sekeping logam untuk menjamin bobot dan kadar kemurnian logam itu sehingga nilainya pun dapat ditetapkan.
Satuan mata uang baru muncul di Alkitab setelah masa pembuangan Israel. Pada masa Nehemia ada disebutkan dirham emas dan mina perak (Nehemia 7:71) yang dicetak oleh Raja Darius dari Persia.

Pada masa Perjanjian Baru, jenis mata uang sudah beragam. Saking banyaknya, malah jadi membingungkan. Ada tiga sistem mata uang yang berlaku padda saat itu. Mata uang Romawi adalah mata uang Internasional saat itu, terbuat dari tembaga, perunggu, perak dan emas.
Selain itu pemerintah Roma juga mengizinkan peredaran mata uang lokal. Ada mata uang Yahudi, namun jumlahnya sangat terbatas. Diperkirakan Nehemia mencetaknya kemungkinan untuk pembayaran pajak Bait Allah. Satu-satunya mata uang Yahudi dalam Perjanjian baru adalah "PESER" yang dalam bahasa aslinya berarti "tipis". Janda miskin itu memasukkannya ke dalam peti persembahan (Markus 12:42).

Mata uang lain yang beredar adalah mata uang Yunani. Semula mata uang ini dicetak oleh Alexander Agung di Acco, dan selanjutnya dicetak di sejumlah perceakan lain.

Mempelajari sistem amta uang ini membangun kita mendapatkan wawasan yang berharga dan pemahaman yang lebih dalam tentang firman Tuhan. Misalnya, apa arti persembahan perempuan yang mengurapi Yesus dengan minyak narwastu seharga 300 dinar (Markus 14:3-9). Berikut ini sedikit keterangan tentang beberapa mata uang yang tercantum dalam Alkitab.

  1. Dinar: Mata uang Romawi terbuat dari perak. Satu dinar ialah upah pekerja harian dalam satu hari.
  2. Dirham: Mata uang emas Persia seberat kurang lebih 8 gram. Juga mata uang perak dan mata uang Yunani yang nilainya hampir sama dengan satu dinar. Dua dirham ialah pajak tahunan satu orang untuk Bait Allah.
  3. Duit: Mata uang Romawi yang terbuat dari tembaga. Nilainya sangat kecil, antara sepersepuluh sampai seperempat puluh dinar. Ini kira-kira sama dengan dua peser.
  4. Kesita: Jumlah perak yang diukur atas dasar beratnya. Sulit dipastikan secara tepat berapa berat satu kesita itu.
  5. Mina: Mata uang Yunani yang nilainya sekitar seratus dinar.
  6. Peser: Mata uang tembaga Yahudi yang paling kecil, sama dengan setengah duit.
  7. Syikal: Uang timbangan sebesar 11,4 gram dan biasa digunakan untuk ukurran jumlah uang. "Syikal kudus" ialah syikal (timbangan) yang utuh, yang disimpan di dalam Kemah Suci.
  8. Talenta: Mata uang Yunani. Jum;lah uang yang sangat besar, seharga kira-kira 6.000 dinar. Ini berati lebih dari upah rata-rata seorag buruh biasa selama 19 tahun.



Jumat, 31 Juli 2009

Lahir Baru


Semua orang tentu pernah menjalani masa lalu, entah itu manis entah itu pahit. Orang kadang mengatakan bahwa semua itu terjadi karena memang harus dijalani. Persepsi ini di dasari dengan kepercayaan sebagian orang terhadap takdir. Ketika kita hidup di dalam takdir maka tentu orang memandang kehidupan yang pernah dan yang sekarang di jalani dan yang akan dijalani adalah takdir yang sudah Tuhan tentukan dalam diri seseorang.
Ketika kita flash back tentang peristiwa jatuhnya manusia pertama dalam dosa, itu berarti orang yang percaya dengan takdir sudah barang tentu berpikir bahwa Tuhan memang sudah menakdirkan manusia jatuh dalam dosa. Suatu persepsi yang sangat bertentangan dengan firman Tuhan. Allah sendiri tidak pernah merencanakan manusia untuk jatuh dalam dosa. Namun karena manusia sendirilah yang memilih untuk berbuat/jatuh dalam dosa. Karena Allah memberikan kehendak bebas (free will) kepada manusia saat diciptakan. Allah menciptakan manusia bukan seperti robot yang bisa diperintahkan berbuat apa saja sesuai kehendak Allah, namun diciptakan dengan kebebasan untuk memilih yang baik dan yang tidak baik di hadapan Allah.
Dalam ajaran Kristen, seseorang yang berbuat atau hidup dalam dosa pada akhirnya akan memperoleh maut (penderitaan dalam api nereka/kematian kekal). Sebab upah dosa adalah maaut (Roma 6:23a). Namun ketika mereka bertobat dan menerima Yesus sebagai Juruselamat, maka mereka akan lepas dari maut (kematian kekal) dan memperoleh kehidupan kekal. Tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita (Roma 6:23b). Hanya Yesus saja jalan satu-satunya untuk memperoleh hdup kekal (Yoh.6:14) yang Allah sediakan. Jadi siapa pun di luar Yesus tidak ada jalan lain utuk memperoleh hidup kekal di dunia ini. Karena itu sangat perlu hidup dalam hidup baru/lahir baru
Siapa pun di antara kalian yang memiliki masa lalu yang suram, mari lepaskan dan tanggalkan. Rasul Paulus berkata dalam Fil.3:1-16, bahwa dia telah meninggalkan segala masa lalunya dan bahkan menggapnya sebagai sampah (hal yang tidak berguna yang tak perlu diingat dan diungkit-ungkit lagi). Apa pun masa lalu kalian, datanglah di hadapan Kristus Yesus dan mengakui semuanya dan bertobat maka hidupmu akan dipulihkan. Berkat Allah sudah disediakan bagi kita semua. Bukan hanya hidup dipulihkan, berkat dan hal-hal yang baik akan kita dapatkan ketika menerima Yesus sebagai Tuhan, tetapi satu hal yang di cari oleh setiap orang di mana pun di belahan dunia ini adalah akhir dari kehidupan yaitu kehidupan kekal akan Dia berikan bagi kita yang menerima dan percaya kepada Dia. Amin
God Bless You.